Reformasi Penegakan Hukum untuk Membangun Pemerintahan yang Bersih

27-11-2023 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta. Foto: Jaka/nr

 

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta menjelaskan, dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, salah satu pilar penting untuk dibangun adalah meningkatkan dan menjaga stabilitas politik, hukum, dan keamanan. Pemerintah telah memiliki rencana jangka menengah maupun jangka panjang dalam menciptakan dan memantapkan stabilitas Polhukam tersebut menuju visi Indonesia Emas 2045. Rencana strategis tersebut telah dituangkan dalam RPJMN 2020-2025.

 

Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini pun menegaskan, reformasi sektor penegakan hukum dibutuhkan untuk dapat membangun sektor pemerintahan yang baik dan terawasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. "Akan tetapi, hingga saat ini sektor penegakan hukum masih merupakan sektor yang belum mendapatkan kepercayaan publik secara penuh," ungkap Wayan dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria di Jakarta, Senin (27/11/2023).

 

Dia mengungkapkan, Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia juga malah menurun versi Transparansi Internasional, seiring pula dengan citra penurunan penanganan kasus korupsi. Apa yang kemudian terjadi di lapangan adalah korupsi atau pelanggaran justru terjadi di sektor penegakan hukum dan peradilan itu sendiri, yang notabene adalah para pengawas penyelenggaraan pemerintahan.

 

Menurut Anggota Dewan dari dapil Bali ini, reformasi sistem penegakan hukum dan peradilan masih meninggalkan banyak pekerjaan rumah. Dia pun, mengambil contoh dari hasil jajak pendapat dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2023, di mana tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum terbilang menurun dan cukup minim. Tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung di tahun 2023 hanya sebesar 72 persen menurun dari 73 persen di tahun 2022.

 

Tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menurun dari 70 persen (2022) menjadi 65 persen. Sedangkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri hanya 60 persen dari 64 persen di tahun 2022. Dari sisi institusi, pengadilan hanya mendapat skor 77 persen menurun dari 82 persen di tahun 2022.

 

"Adapun dari sisi pemberantasan korupsi, skor nilainya pun terbilang cukup rendah, yakni KPK mendapat 66 persen, Kejaksaan 65 persen, dan Polri 57 persen. Persepsi ini tentu belum melihat dari fenomena permasalahan yang terjadi belakangan ini," ungkap Wayan.

 

Menurutnya, korupsi di sektor penegakan hukum sudah banyak terjadi dan menjadi perhatian, misalnya Kasus Korupsi oleh mantan Kakorlantas Polri Djoko Susilo, Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pimpinan Kejaksaan di DKI Jakarta, Kasus OTT terhadap oknum Jaksa di Bondowoso, kasus suap hakim agung (SA), Hakim MK, maupun para hakim dan panitera lainnya yang telah ditangkap.

 

"Oknum anggota Polri di Blora, Luwu, Aceh, dan berbagai kasus korupsi lainnya yang menyeret oknum penegak hukum, hakim, dan seluruh pihak terkait lainnya," ungkap Wayan. (ssb/aha) 

BERITA TERKAIT
Langgar Kesusilaan, Rudianto Lallo Desak Polri Usut Ipda YF secara Pidana
07-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo menyoroti dugaan kasus aborsi yang melibatkan seorang anggota Polda Aceh,...
Aparat Penegak Hukum Harus Usut Dugaan Manipulasi Sertifikat Lahan di Pagar Laut Bekasi
07-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menyoroti adanya manipulasi data sertifikat lahan di Pagar Laut, Kabupaten Bekasi,...
Dugaan Aborsi Libatkan Anggota Polda Aceh, Mangihut: Berdampak Serius terhadap Citra Polri
06-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga, meminta agar kasus dugaan aborsi yang melibatkan seorang anggota Polda...
Tak Cukup Sebatas Sidang Etik, Pelanggaran Ipda YF Harus Diproses Hukum
06-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ipda YF, seorang perwira polisi lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2023, menjadi sorotan warganet setelah diduga lakukan...